wartaapa-Pranata Hubungan Masyarakat Diskominfo-SP Tuban memberikan materi seminar pada Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, Rabu (13/09).
Adapun tema yang diangkat pada seminar kali ini berkaitan Etika Bermedia Sosial, Perundungan dan Antihoaks.
Melansir laman tubankab, Pranata Humas Diskominfo-SP Tuban, Yeni Dyah Hartatik, menjelaskan berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sengaja disebarkan untuk menggangu kondusivitas masyarakat. Hoaks acap kali disebar melalui media sosial, aplikasi pesan, hingga televisi. Sementara itu, isu yang sering diangkat, di antaranya politik, SARA, dan kesehatan. Sebagai pengguna informasi, cara mencegah hoaks dengan bijak saat menerima informasi. Pengguna diharapkan menerapkan konsep saring sebelum sharing.
Yeni Dyah menjelaskan beberapa cara mengecek kebenaran informasi. Di antaranya, cek alamat, penulis informasi, dan membandingkan informasi dengan website lain. Selain itu, dapat juga dengan memanfaatkan layanan Klinik Hoaks yang dikembangkan Pemkab Tuban. Klinik Hoaks Tuban menjadi yang pertama di Jawa Timur dan replikasi Klinik Hoaks ini tersambung langsung dengan Klinik Hoaks Provinsi Jawa Timur. Artinya, dapat tersambung ke seluruh Diskominfo se-Jawa Timur, dan akan menjadi angin segar perkembangan kemajuan literasi digital. User dapat memanfaatkan layanan Klinik Hokas dengan cara mengunjungi laman resmi yaitu https://klinikhoaks.tubankab.go.id/.
Selain itu, Diskominfo-SP Tuban juga mengembangkan SP4NLAPOR! atau LAPOR TUBAN dapat dimanfaatkan sebagai wadah pengaduan masyarakat jika melihat atau mendapat pelayanan publik yang tidak memuaskan. Masyarakat Kabupaten Tuban dapat melaporkan segala keluhan melalui aplikasi LAPOR!. Bisa melalui situs lapor.go.id, SMS ke 1708, atau aplikasi mobile berbasis Android dan iOS. LAPOR! aplikasi yang menjadi bagian dari Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N). “Sehingga keluhan warga dapat diarahkan kepada pihak terkait,” jelasnya.
Yeni juga mengatakan terdapat sejumlah permasalahan yang muncul di ruang digital, salah satunya cyber bullying atau perundungan digital. Tindak perundungan sering kali dianggap bahan bercanda dari pelaku kepada korban. Guyonan tersebut ternyata diterima berbeda oleh korban yang menganggap hal tersebut sebagai perundungan. Cyber bullying menyebabkan korban mengalami depresi, tidak percaya diri, bahkan menyebabkan kematian.
“Saat ini tugas kita adalah menjadikan diri kita menjadi bijak dalam memanfaatkan media dan menerima informasi dari internet,” tandasnya. (*/set)