wartaapa-Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur berharap agar pembangunan jembatan Glendeng penghubung antara Kabupaten Bojonegoro dengan Tuban segera diperbaiki.
Anggota Komisi D DPRD Jatim, Surawi saat dikonfirmasi, Rabu (16/11) mengaku hampir dua tahun aktivitas masyarakat Tuban dan Bojonegoro terganggu. Mengingat jembatan Glendeng ini merupakan penghubung antara Kabupaten Tuban dengan Bojonegoro.
Surawi membeberkan keberadaan Jembatan Glendeng ini sangat strategis dibangun di era orde baru, yakni sejak tahun 1990. Di mana sisi Tuban dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Tuban, sementara sisi Bojonegoro dibangun Pemkab Bojonegoro.
Sedangkan bentangnya dibangun jembatan menggunakan dana APBD tahun 1990. “Yang berada di ruas jalan Tuban dan Bojonegoro,” katanya, seperti yang dilansir infopublik.id.
Surawi mengaku seiring perjalanan waktu, jika dilihat dari administrasi pembangunan ternyata jembatan itu tidak bertuan. Jembatan Glendeng tidak pernah rusak, baru tahun 2021 sampai sekarang mengalami kerusakan sampai ditutup total untuk kendaraan roda empat.
“Masyarakat heboh karena strategisnya jembatan tersebut. Sampai LSM tokoh masyarakat berkirim surat ke Presiden Jokowi agar memperhatikan jembatan Glendeng,” bebernya.
Surawi mengaku, beberapa waktu yang lalu dirinya sudah memfasilitasi pertemuan dan sudah ada kesepakatan yang dilakukan dari rapat dengan Dinas PU Bina Marga bersama Sekkab Tuban, dan PU Bina Marga bersama Sekkab Bojonegoro, serta Bakorwil.
“Ada kesepakatan karena waktu itu Tuban tidak bertanggung jawab, provinsi tidak siap mengambil alih, APBN (pemerintah pusat) menolaknya,” tuturnya.
Mengingat Pemkab Tuban, Pemprov Jatim dan pemerintah pusat tidak mau memperbaikinya, maka Pemkab Kabupaten Bojonegoro bersedia mengambilalih aset itu, termasuk pembiayaan perbaikan yang totalnya diperkirakan menelan biaya Rp50 miliar.
Surawi menyebut hasil kesepakatan itu membuat masyarakat Tuban dan Bojonegoro lega, termasuk Komisi DPRD karena persoalan clear selesai.
“Baru satu pekan lalu, Komisi D kunker di sana dengan Dinas PU, mendapat informasi bahwa Bojonegoro gagal mengambil alih karena Bupati Tuban tidak bersedia melepas, dan tidak mau menandatangani sebuah MoU sehingga gagal. Padahal dokumen sudah berada di Jakarta,” tuturnya.
Mendengar kabar MoU Pemkab Tuban dan Bojonegoro batal, Komisi D mengklarifikasi ke Dinas PU dan membenarkan pembatalan itu. Hal ini akibat Tuban tidak mau menandatangani surat penyerahan.
“Ini sangat disayangkan oleh masyarakat. Sehingga sampai sekarang jembatan Glendeng tidak jelas lagi. Yang dikhawatirkan semakin rusak, parah, dan sampai ambruk, sangat menyengsarakan masyarakat,” terangnya.
Surawi mengungkapkan bahwa saat ini jembatan Glendeng sudah ditutup total untuk kendaraan roda empat.
Akibatnya, kata Surawi, menimbulkan ekonomi biaya tinggi, karena rata-rata mengambil material dari Tuban lewat Bojonegoro. Masyarakat sekarang harus lewat Suko, Ponco, masuk Bojonegoro baru ke arah timur.
“Bisa dibayangkan. Selisih satu jam. Kalau kendaraan material muter, ongkosnya semakin tinggi. Saya berharap pemerintah Tuban dan Bojonegoro dan Pemprov Jatim melalui OPD masing-masing segera mengambil sikap agar jembatan Glendeng diperbaiki,” tambahnya.
Surawi menegaskan bahwa jembatan Glendeng menyangkut hajat hidup masyarakat. Dengan begitu, diharapkan ada kesadaran dari pemerintah untuk segera memperbaikinya demi kemaslahatan masyarakat Tuban dan Bojonegoro. (set)