Oleh : Heri Setiawan
Salah satu media elektronik di Kabupaten Tuban, yakni radio, kini jumlahnya kian bertambah. Padahal, sebelumnya, hanya Radio Khusus Pemerintah Daerah (sekarang Pradya Suara) yang mampu berkibar ataupun survive untuk menyapa para pendengar maupun penggemar setia di Bumi Ronggolawe. Namun, kini keberadaan radio-radio swasta berani mengudara sebagai alternatf sebuah media di luar televisi, surat kabar maupun media on line (portal).
Maraknya radio siaran non pemerintah membuat pengelola radio harus aktif untuk meraih hati para pendengar. Tidak saja menjalankan kepentingan bisnis, akan tetapi dituntut untuk melayani kebutuhan masyarakat. Yakni, masyarakat menuntut mendapatkan akses informasi seluas-luasnya dari sebuah siaran radio, terlepas dari kekurangan maupun kelebihannya. Bila pengelola maupun crew media tersebut tak mampu meraih itu, media radio tinggal menunggu lonceng kematian alias gulung tikar.
Pengelola radio harus berani dan mau belajar keras agar bisa eksis serta mampu mengepakan sayapnya. Lebih penting lagi tidak ditinggal pendengar. Banyak radio di kota-kota besar, misalnya,yang mampu hadir menjadi media yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang cepat dan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya, menginformasikan soal kemacetan, kehilangan, kecelakaan dan lain-lain.Terbukti dengan tumbuhnya suatu komunitas pendengar yang tidak hanya berkomunikasi via udara, akan tetapi, bisa juga dilanjutkan via darat. Solidaritas yang diikat oleh adanya kesadaran bersama, bukan merupakan suatu khayalan, kalau pada akhirnya bisa terwujud sebuah partisipasi publik.
Bagaimana cara membuat partisipasi publilk bisa menjadi kekuatan untuk membuat perubahan atau reformasi? Nah, ini perlu adanya kapabilitas yang dilandasi oleh adanya niat baik semua pihak, agar potensi yang ada dapat menjadi kekuatan bersama dalam memecahkan berbagai persoalan, seperti perilaku oknum aparat yang kurang baik, permasalahan lingkungan di masyarakat, pelayanan publik di berbagai birokrasi yang bertele-tele dan lain sebagainya.
Kekuatan dan tekanan masyakarat melalui siaran radio, juga mampu membuat suatu perubahan. Misalnya saja, kebijakan yang tidak berorientasi pada kepentingan publik, dan malah merugikan masyarakat, bisa diantisipasi sedini mungkin. Artinya, masyarakat bisa mengadakan penolakan yang diakomodasi dari hubungan interaktif melalui radio.
Memang menjadikan radio sebagai “jembatan” perubahan dan kebijakan atau memecahkan segala macam persoalan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, hal itu perlu dikaji dan diteliti lebih jauh serta sejauh mana sebuah siaran radio dengan pendengar yang peduli terhadap permasalahan daerahnya, mampu memberikan tekanan dan posisi tawar yang kuat.
Guna mengetahui parameter kualitas radio menjadi media yang mampu memberdayakan masyarakat, paling tidak ada beberapa poin yang perlu diperhatikan :
Pertama, sejauh mana “greget” masyarakat menempatkan radio sebagai kebutuhan untuk mengakses informasi terkini dan penting, menjadi media penyampai informasi aktual dan terpercaya serta menjadi media yang mampu menampung ide atau aspirasi, sekaligus menyampaikannya dengan cepat.Namun, sudahkan hal itu dilakukakan oleh kalangan pekerja media radio?
Kedua, masyarakat harus punya bargaining yang diimplementasikan melalui siaran radio, posisi tawar tersebut bisa terlihat dengan jelas apakah benar-benar diperlihatkan dan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Apakah hal ini sudah terbukti atau sekadar masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
Ketiga, pengelola radio harus mampu dan berani melakukan kebijakan yang benar. Misalnya, sejauh mana kemampuan radio mampu menjadi “sahabat” dalam mengungkapkan dan merespon permasalahan yang terjadi di masyarakat, sekaligus memberikan solusi yang terbaik dan juga menjadi “lawan” bagi siapa saja dalam melakukan koreksi, kritik dan saran agar tercermin upaya pemberdayaan masyarakat.
Keempat, pengelola radio harus mampu menjadikan radio sebuah media alternatif, yang menjembatani komunikasi antara warga masyakarat dan pemimpin (eksekutif, yudikatif, legislatif), agar tidak terjadi kevakuman hubungan komunikasi.
Kelima, pengelola radio juga harus mampu menampung setiap pendengar yang kepentingannya berlum terakomodir. Misalnya, kelompok mana saja yang aspirasnya sudah, kurang atau tidak terpenuhi sama sekali. Apakah hal ini pernah terlintas di benak pengelola radio ?
Itulah tantangan ke depan yang harus dihadapi oleh para pekerja media radio. Sebab jika tidak, sebuah media radio kian dicampakkan masyarakat dan hanya mengudara, tetapi tanpa pendengar. Terlebih, kini teknologi kian canggih dan akses informasi semakin mudah diperoleh.
*)Penulis adalah pekerja media, lulusan Surabaya Broadcasting School